Feminisme Part 4
Bismillahirrahmaanirrahiim..
Hallo terima
kasih telah berkunjung.. sudah sampai di part 4 aja nih, yuk kita simak
pembahasan selanjutnya tentang feminisme.
Imbas dari
Feminisme
Paham feminisme
terus digaungkan, feminis berjuang menyetarakan diri agar wanita punya hak dan
kebebasan yang sama dengan pria. Tapi, apa hasilnya? Yuk kita simak
1.
Bebas
tanpa batas
Wanita terpengaruh memiliki pandangan bahwasanya
mereka BEBAS menjadi ap saja dan melakukan apa saja sebagai wujud pengembangan
diri. Kebebasan itu pun mengatas namakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang
ujung-ujungnya malah menjadi lepas dari fitrahnya seorang wanita.
2.
Materi
menjadi standar kebahagiaan
Imaji “Wanita Sukses” masa kini sangat materialistis,
yakni yang memiliki KEDUDUKAN, UANG dan GAYA HIDUP.
Oleh karenanya wanita terus mengejar karir, selayaknya
pria yang mencari nafkah. Jika sudah mampu memiliki karir yang melejit hal itu
dianggap sebagai sebuah prestasi dan kebanggaan diri. Padahal wanita tidak
seharusnya mengungguli laki-laki dalam bidang ini, karena sudah keluar dri
fitrahnya.
Wanita karir kini menjadi sebuah titel yang
membanggakan. Kalau biasanya kebutuhan wanita ditangguh oleh pria (ayah atau suami),
seorang wanita karir merasa dirinya mampu mencukupi segala kebutuhannya.
Menjadi mandiri dari segi ekonomi menjadi tren yang dikejar oleh wanita.
Kecantikan, kekayaan, ketenaraan adalag definisi
“sukses” yang ada dalam benak wanita saat ini, serta menjadi hal yang
diimpi-impikan setiap wanita. Betul apa benar? Acara televise, postingan media
sosial selebriti, semua tayangan di dunia maya mondoktrin mindset kita untuk
sepakat bahwa kesuksesan adalah segala hal tentang materi. Coba pikirkan, apa
yang kira-kira membahagiakan kita?
Orang akan merasa hormat dan merasa iri pada yang
ber-harta, seakan-akan merekalah pemilik segalanya. Sebab itulah wanita jadi
ikut berlomba-lomba untuk meraih materi sebanyak-banyaknya.
Sebaliknya, kebanyakan orang menganggap bahwa saat
wanita melaksanakan fitrahnya dalam berumah tangga dianggap “Nggak keren”,
tertindas, dan terpaksa. Profesi IRT dianggap sebagai nasib para wanita
berpendidikan rendah dan menganggap untuk apa wanita susah-susah menempuh
jenjang pendidikan tinggi kalau hayan berakhir di rumah.
Sudut pandang masyarakat mengenai “kesuksesan” yang
seperti itulsh yang membuat kaum wanita minder. Pendidikan sudah susah payah
dicapai, ujung-ujungnya hanya “mendekam” di dalam rumah.
3.
Bersaing
Lintas Gender
Image Ibu Rumah Tangga yang tidak bergengsi di mata
masyarakat umum, menjadikan wanita kehilangan arah. Wanita merasa ingin juga
mengejar karir gemilang seperti para pria dan merasa terkurung dengan ruang
gerak wanita yang terbatas dibandingkan dengan pria.
Ketika pria boleh melakukan suatu hal wanita juga
ingin diperbolehkan. “Kami punya hak yang sama untuk mengerjakan apa yang kami
suka dan kami mau”. Kemudian apapun yang disuka akhirnya dilakukan tak peduli
dengan fitrah dan norma apapun itu.
Nah loh, apa
jadinya jika wanita sudah berpikiran seperti itu? Padahal kodratnya berbeda,
kebutuhannya berbeda. Kalau standar pencapaiannya adalah setara dengan pria,
selamanya wanita tidak akan bisa menandingi.
Apa saja efek
dari pemikiran wanita yang seperti itu? Simak pada pembahasan feminisme di part
selanjutnya ya. Terima kasih telah berkunjung dan semoga bermanfaat.
Komentar
Posting Komentar