Periodisasi Sastra 




ANGKATAN BALAI PUSTAKA

  1. Sejarah dan Latar Belakang Lahirnya Balai Pustaka

Dalam sejarahnya awal mula Balai Pustaka terbentuk ketika pemerintahan Kolonial Belanda mendirikan komisi untuk bacaan sekolah pribumi dan bacaan rakyat, pada 14 September 1908 melalui keputusan Gubernemen dengan nama awal yaitu Commissie voor de inlandsche school en volkslectuur diketuai oleh Dr. G.A.J. Hazeu. Dan Balai Pustaka baru menghasilkan bacaan pada tahun 1910 yang dipimpin oleh Dr. D.A. Rinkes sampai tahun 1916 dengan tugasnya adalah memajukam moral dan budaya serta meningkatkan apresiasi sastra. Kemudian pada tahun 1917 pemerintahan Kolonial Belanda mendirikan Kantoor voor de volkslectuur atau Kantor Bacaan Rakyat yaitu Balai Pustaka.

Tujuan didirikannya Balai Pustaka ialah untuk mengembangkan bahasa – bahasa seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Melayu tinggi dan bahasa Madura. Serta mencegah pengaruh buruk dari bacaan yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar) yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah.

Tujuan inti didirikannya Komisi Bacaan Rakyat adalah meredam dan mengalihkan gejolak perjuangan bangsa Indonesia lewat media tulisan dan tidak bertentangan dengan kepentingan Belanda. Tujuan lainnya adalah menerjemahkan atau menyadur hasil sastra Eropa hal ini bertujuan agar rakyat Indonesia buta terhadap informasi yang berkembang di negaranya sendiri.

Adapun usaha – usaha positif yang dilakukan yaitu mengadakan perpustakaan di tiap – tiap sekolah, mengadakan peminjaman buku – buku dengan tarif murah secara teratur, dan memberikan bantuan kepada usaha – usaha swasta untuk menyelenggarakan taman bacaan.

Jadi, beberapa faktor berikut inilah yang menjadi penyebab perjalanan kesusastraan Indonesia berkembang mengikuti idiologi kolonial :

  1. Pendirian Balai Pustaka telah menafikan keberadaan karya – karya terbitan swasta yang secara sepihak dituding sebagai “bacaan liar”. Karya – karya sastra yang dipublikasikan lewat surat kabar dan majalah, dianggap tidak ada.

  2. Pemberlakuan sensor melalui Nota Rinkes menyebabkan buku – buku terbitan Balai Pustaka, khasnya novel – novel Indonesia sebelum perang, cenderung menampilkan tokoh – tokoh yang terkesan karikaturs.

  3. Penetapan bahasa melayu mendorong munculnya sastrawan – sastrawan yang menguasai bahasa Melayu. Dan mereka datang dari Sumatera. Maka, sastrawan yang berasal dari Sumatera itulah yang kemudian mendominasi peta kesusastraan Indonesia.

Sastra Balai Pustaka adalah sastra rakyat yang berpijak pada kultur Indonesia abad 20. Hal ini dengan jelas nampak dari roman – roman Balai Pustaka dalam bahasa jawa, sunda, dan melayu tinggi.

Sastra Balai Pustaka sebenarnya adalah “sastra daerah”, bukan saja dalam arti menggunakan bahasa daerah  tetapi juga menggarap tema – tema kedaerahan, bisa dilihat dari karya – karya yang lahir pada saat itu.

Saat itu buku – buku yang diterbitkan Balai Pustaka dapat dibagi tiga; pertama, buku untuk anak – anak. Kedua, buku hiburan dan penambahan pengetahuan dalam bahasa daerah. Ketiga, buku hiburan dan penambahan pengetahuan dalam bahasa melayu dan kemudian menjadi bahasa Indonesia.

Pada masa pendudukan jepang (1942-1945) Balai Pustaka masih tetap eksis namun menggunakan nama lain yaitu, Gunseikanbo Kokumin Tosyokyoku yang artinya Biro Pustaka Rakyat Pemerintah Militer Jepang. [1]

Zaman keemasan Balai Pustaka sekitar tahun 1948 hingga pertengahan tahun 50-an ketika dipimpin oleh K.St. Pamoentjak dan mendominasi penerbitan buku – buku sastra dan sejumlah pengarang Indonesia bermunculan seperti H.B.Jassin, Idrus, M.Taslim, dan lain – lain.[2]

  1. Karakteristik Karya – karya Sastra Angkatan Balai Pustaka

Pada ragam karya sastra prosa, timbul genre baru, yaitu roman, yang sebelumnya belum pernah ada. Tujuan didirikannya Balai Pustaka ialah untuk mengembangkan bahasa – bahasa seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Melayu tinggi dan bahasa Madura. Serta mencegah pengaruh buruk dari bacaan yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar) yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah.Karya – karya Balai Pustaka:

  1. Azab dan Sengsara (Merari Siregar)

  2. Sitti Nurbaya (Marah Rusli)

  3. Salah Asuhan, Pertemuan Jodoh (Abdul Muis)

  4. Salah pilih, Apa Dayaku karena Aku Perempuan (Nur Sultan Iskandar)

  5. Muda Taruna, Buah di Kedai Kopi (Muhamad Kasim)

  6. Kasih Tak Terlerai, Percobaan Setia (Suman HS)

  7. Darah Muda, Asrama Jaya (Adinegoro)

  8. Sengsara Membawa Nikmat, Tak di Sangka, (Tulis Sultan Tati)

  9. Dagang Melarat, Pertemuan (Abas Sutan Pamunjak Nan sati)

Balai Pustaka membahas tentang istiadat dan  percintaan. Pada tingkat unsur intrinsik ; gaya bahasa yang digunakan karya – karya Balai Pustaka menggunakan perumpamaan klise, menggunakan banyak pepatah – pepatah dalam bahasanya, serta gaya percakapan sehari – hari. Alur yang dipakai adalah alur datar atau alur lurus dan akhir cerita tertutup. Tokoh – tokohnya selalu orang – orang kedaerahan atau bersifat kedaerahan, baik dalam bahasa maupun dalam masalah dengan teknik penokohan yang datar. Penyajian tokoh hanya dalam permukaannya saja tidak ada atau menggunakan masalah kejiwaan tetapi masalah seperti fisik yang dimunculkan dalam karya – karya Balai Pustaka. Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang maha tahu, bersifat Idealisme dan Romantis. Kadang banyak alur yang menyimpang dan lambat. Amanatnya bersifat didaktis atau nasihat, mendidik pembaca agar loyal pada pemerintah sebagai pegawai. Bertumpu pada kebudayaan daerah, sehingga karya- karya Balai Pustaka digemari rakyat pedesaan dan rakyat kota yang  Priyayi. Roman – roman Balai Pustaka penuh sentimentalis, penuh air mata/cengeng, yang dimaksudkan untuk meninabobokan rakyat agar menjauhkan diri dari pikiran – pikiran sosial dan politik bangsanya.

Ciri – ciri karya sastra prosa Angkatan Balai Pustaka :

  1. Menggambarkan persoalan adapt dan kawin paksa termasuk permaduan

  2. Bersifat Kedaerahan

  3. Tidak bercerita tentang Kolonial Belanda

  4. Kalimat – kalimatnya panjang dan masih banyak menggunakan perbandingan – perbandingan, pepatah, dan ungkapan – ungkapan klise.

  5. Corak lukisan adalah romantis sentimental.

Adapun perintis puisi baru pada masa angkatan 20 adalah Moh. Yamin. Beliau dipandang sebagai penyair Indonesia baru yang pertama karena ia mengadakan pembaharuan puisi Indonesia, pembaharuannya dapat dilihat dari kumpulan puisi Tanah Air pada tahun 1922.

Berikut ini catatan puisi Moh. Yamin :

Di atas batasan bukit barisan

Memandang beta ke bawah memandang,

Tampaklah hutan rimba dan ngarai,

Lagipula sawah, telaga nan permai,

Serta gerangan lihatlah pula,

Langit yang hijau bertukar warna

Oleh pucuk daun kelapa

Dari segi isi, puisi ini merupakan ucapan perasaan pribadi seorang manusia yang rindu pada keagungan yang Maha Kuasa. Dari segi bentuk, jumlah barisnya tidak lagi empat baris, seperti syair dan pantun dan persajakannya (rima) tidak sama.

Karya Rustam Effendi

Puisi berikut merupakan karya Rustam Effendi :

Bukan beta pijak berperi

Bukan beta pijak berperi,

Pandai mengubah madahan syair

Bukan beta budak berperi,

Musti menurut undangan mair,

Sarat – saraf saya mungkiri

Untai rangkaian seloka lama,

Beta buang beta singkiri

Sebab laguku menurut sukma

Dilihat bentuknya, puisi tersebut seperti pantun, tetapi dilihat hubungan barisnya, seperti syair, ia meniadakan tradisi sampiran dalam pantun sehingga sajak itu disebut pantun modern, yang lebih banyak menggunakan sajak aliterasi, asonansi, dan sajak dalam sehingga beliau dipandang sebagai pelopor penggunaan sajak asonansi dan aliterasi.

  1. Tokoh – tokoh Angkatan Balai Pustaka

Di bawah ini disajikan riwayat hidup para pengarang angkatan Balai Pustaka secara singkat dan berikut nama-nama pada masa angkatan Balai Pustaka.

  1. Merari Siregar

Dilahirkan 13 Juni 1896 di Siporok, Tanapuli Selatan (Sumatra Utara), meninggal 23 April 1940 di Kelenget, Madura. Berpendidikan Handels-correspondent Bond A di Jakarta (1923), pernah bekerja sebagai guru di Medan, rumah sakit umum Jakarta, dan Opium & Zouttreige Kalianget. Novelnya Azab dan Sengsara (1920) lazim dianggap sebagai awal kesusastraan Indonesia.

  1. Marah Rusli

Dilahirkan 7 Agustus 1889 di Padang, meninggal 17 Januari 1968 di Bandung. Berpendidikan Sekolah Dokter hewan di Bogor (1915), dan Dosen Sekolah Tinggi Dokter Hewan di Klaten (1948). Namanya terkenal karena novel atau roman Siti Nurbaya.

  1. Abdul Muis

Dilahirkan pada tahun 1889 di Solok, Sumatra Barat, meningggal 17 Juli 1959 di Bandung. Pendidikan terakhir tamat sekolah kedokteran (STOVIA), di Jakarta. Menjadi klerek didepartemen buderwijs en eredienst dan jadi wartawan di Bandung selain itu ia juga aktif dalam syarikat islam dan pernah menjadi anggota dewan rakyat. Namanya terkenal karena novel Salah Asuhan (1928), Pertemuan Jodoh (1933), Surapati (1950), dan Robert Anak Surapati (1953)

  1. Nur Sultan Iskandar 

Dilahirkan 3 November 1989 di Sungai Batang (Sumatra Utara), meningggal 28 November 1975 di Jakarta. Pendidikannya sekolah Melayu 11 (1908), dan sekolah Bantu (1911) ia pernah menjadi guru sekolah Desa di Sungai Batang (1908), guru Bantu di Muarabelita (Palembang), Dosen Fakultas Sastra UI (1955-1960), dan Redaktur Balai Pustaka hingga pensiun. Menghasilkan sejumlah novel diantaranya yaitu Apa Dayaku Karena Aku Permpuan (1922), Salah Pilih (1928), Karena Mertua (1932), dan lain – lain.

  1. Muhamad Kasim 

Dilahirkan tahun 1886 di Muara Sipongi, Tanapuli Selatan (Sumatra Utara), pendidikannya sekolah guru sampai tahun 1935, ia bekerja sebagai guru sekolah dasar. Kumpulan cerpennya Teman Duduk (1936) lazim disebut sebagai awal tradisi kumpulan cerpen sastra Indonesia. Bukunya yang berjudul Si Samin mendapat hadiah Sayembara Buku Anak – anak Balai Pustaka tahun 1924, lalu terbit lagi tahun 1928 dengan judul Pemandangan Dalam Dunia Kanak – kanak.

  1. Suman H. S.

Dilahirkan tahun 1904 di Bengkalis. Berpindah ke sekolah Melayu di Bengkalis (1912-1918) dan sekolah normal di Medan dan Langsa (1923), dia pernah menjadi guru Bahasa Indonesia di HISSIAK Sri Indapura (1923-1930). Kepala Sekolah Bumi Melayu (di Pasir pengkarayaan (1930) pemilik sekolah dizaman penduduk Jepang, pemilik sekolah merangkap kepala jabatan dinas Pekanbaru – Kampar. Anggota pemerintahan tingkat satu Riau (1960-1966). Anggota DPRD propinsi Riau (1966-1968) dan terakhir menjabat ketua umum Yayasan Lembaga Pendidikan Riau.

Karangannya :

  1. Kasih Tak Terlarai (novel, 1929)

  2. Percobaan Setia (novel, 1931)

  3. Mencari Pencuri Anak Perawan (novel, 1932)

  4. Casi Tersesat (novel, 1932)

  5. Kawan Bergelut (kumpulan cerpen, 1938)


  1. Tulis Sutan Sati

Dilahirka tahun 1928 di Bukitinggi, meninggal tahun 1942 di Jakarta pernah menjadi guru dan kemudian menjadi Redaktur Balai Pustaka (1920-1940).

Karangannya:

  1. Sengsara Membawa Nikmat (novel, 1928)

  2. Tak Disangka (novel, 1929)

  3. Syair Siti Marhumah Yang Saleh (1930)

  4. Memutuskan Pertalian (novel,1932)

  5. Tiak Membalas Guna (novel, 1932)


  1. Abas Sutan Pamunjak Nan Sati

Di lahirkan 17 Febuari 1899 di Magak, Bukitinggi, meninggal 4 Oktober 1975 di Jakarta pendidikannya Swasta di Magek (1908-1911) sekolah privat di Bukitinggi (1911-1913), Kweek Schol (1914-1920), kursus bahasa (1918), dan Inland MO (1929-1945), ia pernah menjadi guru diberbagai kota (1920-1942), Dosen Sekolah Tinggi di Jakarta (1942-1945), Dosen Universitas Gajah Mada di Yogyakarta (1946-1949), pegawai departemen pendidikan pengajaran merangkap Dosen Universitas Indonesia di Jakarta (1949).

Karangannya:

  1. Dagang Melarat (novel, 1926)

  2. Pertemuan (novel, 1927)

  3. Putri Zahara atau Bunga Tanjung di Pasar Pasir (Afrika) (novel, 1947)

  4. Jambangan (Kumpulan Sajak, 1947)


  1. Aman Datuk Madjoinjo

Dilahirkan tahun 1896 di Surakam, Solok (Sumatra Utara), meninggal 16 Desember 1969, sejak tahun 1920 hingga pensiun ia bekerja di Balai Pustaka.

Karangannya:

  1. Syair Si Banso Urai (1931)

  2. Menebus Dosa (novel, 1932)

  3. Rusmala Dewi (novel bersama S.Hardejosumarto,1932)

  4. Si Cebol Rindkan Bulan (novel, 1934)

  5. Sampaikan Salamku Kepadanya (novel, 1935), dll.


  1. Muhammad Yamin

Dilahirkan 23 Agustus 1903 di Sawahlunto, Sumatra Barat, meninggal 17 Oktober 1926 di Jakarta, pendidikannya HIS (1918), AMS (1927), dan tamat sekolah Hakim Tinggi Jakarta (1932). Ia pernah menjadi Menteri Kehakiman (1951), Menteri Pengajaran, pendidikan dan kebudayaan RI (1953-1955), Ketua Badan Pengawasan LKBN antara (1961-1962) ketua Dewan Perancang Nasional (1962).

Karangannya:

  1. Tanah Air (Kumpulan Sajak, 1922)

  2. Indonesia Tumpah Darahku (Kumpulan sajak, 1928)

  3. Kalau Dewi Tara Sudah Berkata (drama, 1932)

  4. Ken Arok dan Ken Dedes (drama, 1934)


  1. Rustam Effendi

Dilahirkan 13 Mai 1903 di Padang dan HKS Bandung ( 1924) dia pernah menjadi guru di Perguruan Tinggi Islam Adabiah 11 Padang tahun (1928-1947), ia bermukim di Belanda dan 14 tahun diantaranya (1933-1946) menjadi anggota Kamer Majelis Rendah.

Karangannya:

  1. Bebasari (drama, 1926)

  2. Percikan Permenungan (kumpulan sajak, 1926)


  1. Yogi (Abdul Rivai)

Dilahirkan 1 Juli 1896 di Bonjol, Sumatra Utara, meninggal 4 April 1983 di Jakarta pendidikannya Sekolah Gubernemen kelas dua Lubuk Sikamping dan Kursus Guru Bantu.

Karangannya:

  1. Gubahan (kumpulan sajak, 1930)

  2. Puspa Aneka (1931)

Tokoh – tokoh yang pernah memimpin Balai Pustaka tercatat Dr. D.A Rankes, Dr. G.W.J. Drewes, Dr. K.A. Hidding, sementara sastrawan Indonesia yang pernah bekerja di sana tercatat adinegoro,S. Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, Nur Sutan Iskandar, dan H.B. Jasin.[3]


PUJANGGA BARU

  1. Sejarah

Pada mulanya, Pujangga baru adalah nama majalah sastra dan kebudayaan yang terbit antara tahun 1933 sampai dengan adanya pelarangan oleh pemerintah Jepang setelah tentara Jepang berkuasa di Indonesia. Adapun pengasuhnya antara lain Sultan Takdir Alisjahbana, Armein Pane , Amir Hamzah dan Sanusi Pane. Jadi, Pujangga Baru bukanlah suatu konsepsi ataupun aliran. Namun demikian, orang-orang atau para pengarang yang hasil karyanya pernah dimuat dalam majalah itu, dinilai memiliki bobot dan cita-cita kesenian yang baru dan mengarah kedepan.

Barangkali, hanya untuk memudahkan ingatan adanya angkatan baru itulah maka dipakai istilah Angkatan Pujangga Baru, yang tak lain adalah orang-orang yang tulisan-tulisannya pernah dimuat didalam majalah tersebut. Adapun majalah itu, diterbitkan oleh Pustaka Rakyat, Suatu badan yang memang mempunyai perhatian terhadap masalah-masalah kesenian. Tetapi seperti telah disinggung diatas, pada zaman pendudukan Jepang majalah Pujangga Baru ini dilarang oleh pemerintah Jepang dengan alasan karena kebarat-baratan. Namun setelah Indonesia merdeka, majalah ini diterbitkan lagi (hidup 1948 s/d 1953), dengan pemimpin Redaksi Sutan Takdir Alisjahbana dan beberapa tokoh-tokoh angkatan 45 seperti Asrul Sani, Rivai Apin dan S. Rukiah. Mengingat masa hidup Pujangga Baru ( I ) itu antara tahun 1933 sampai dengan zaman Jepang , maka diperkirakan para penyumbang karangan itu paling tidak kelahiran tahun 1915-an dan sebelumnya. Dengan demikian, boleh dikatan generasi Pujangga Baru  adalah generasi lama. Sedangkan angkatan 45 yang kemudian menyusulnya merupakan angkatan bar yang jauh lebih bebas dalam mengekspresikan gagasan-gagasan dan kata hatinya.

 Ketika sastra Indonesia dikuasai oleh angkatan Pujangga Baru, masa-masa tersebut lebih dikenal sebagai Masa Angkatan Pujangga Baru. Masa ini dimulai dengan terbitnya majalah Pujangga Baru pada Mei 1933. Majalah inilah yang merupakan terompet serta penyambung lidah para pujangga baru. Penerbitan majalah tersebut dipimpin oleh tiga serangkai pujangga baru, yaitu Amir Hamzah, Armijn Pane, dan Sutan Takdir Alisjahbana. Dalam manivestasi pujangga baru dinyatakan bahwa fungsi kesusastraan itu, selain melukiskan atau menggambarkan tinggi rendahnya suatu bangsa, juga mendorong bangsa tersebut ke arah kemajuan.

Sebenarnya para pujangga baru serta beberapa orang pujangga Siti Nurbaya sangat dipengaruhi oleh para pujangga Belanda angkatan 1880 (De Tachtigers). Hal ini tak mengherankan sebab pada jaman itu banyak para pemuda Indonesia yang berpendidikan barat, bukan saja mengenal, bahkan mendalami bahasa serta kesusastraan Belanda. Di antara para pujangga Belanda angkatan 80-an, dapat kita sebut misalnya Willem Kloos dan Jacques Perk. J.E. Tatengkeng, seorang pujangga baru kelahiran Sangihe yang beragama Protestan dan merupakan penyair religius sangat dipengaruhi oleh Willem Kloos. 

Lain halnya dengan Hamka. Ia pengarang prosa religius yang bernafaskan Islam, lebih dipengaruhi oleh pujangga Mesir yang kenamaan, yaitu Al-Manfaluthi, sedangkan Sanusi Pane lebih banyak dipengaruhi oleh India daripada oleh Barat, sehingga ia dikenal sebagai seorang pengarang mistikus ke-Timuran.

Pujangga religius Islam yang terkenal dengan sebutan Raja Penyair Pujangga Baru adalah Amir Hamzah. Ia sangat dipengaruhi agama Islam serta adat istiadat Melayu. Jiwa Barat itu rupanya jelas sekali terlihat pada diri Sutan Takdir Alisyahbana. Lebih jelas lagi tampak pada Armijn Pane, yang boleh kita anggap sebagai perintis kesusastraan modern. Pada Armijn Pane rupanya pengaruh Barat itu menguasai dirinya secara lahir batin. Masih banyak lagi para pujangga baru lainnya seperti Rustam Effendi, A.M. Daeng Myala, Adinegoro, A. Hasjemi, Mozasa, Aoh Kartahadimadja, dan Karim Halim. Mereka datang dari segala penjuru tanah air dengan segala corak ragam gaya dan bentuk jiwa serta seninya.

Mereka berlomba-lomba, namun tetap satu dalam cita-cita dan semangat mereka, yaitu semangat membangun kebudayaan Indonesia yang baru dan maju. Itulah sebabnya mereka dapat bekerjasama, misalnya saja dalam memelihara dan memajukan penerbitan majalah Pujangga Baru.

  1. Karakteristik Karya Angkatan Pujangga Baru

  1. Dinamis

  2. Bercorak romantik/idealistis, masih secorak dengan angkatan sebelumnya, hanya saja kalau romantik angkatan Siti Nurbaya bersifat fasip, sedangkan angkatan Pujangga Baru aktif romantik. Hal ini berarti bahwa cita-cita atau ide baru dapat mengalahkan atau menggantikan apa yang sudah dianggap tidak berlaku lagi.

  3.  Angkatan Pujangga Baru menggunakan bahasa Melayu modern dan sudah meninggalkan bahasa klise. Mereka berusaha membuat ungkapan dan gaya bahasa sendiri. Pilihan kata, Penggabungan ungkapan serta irama sangat dipentingkan oleh Pujangga Baru sehingga dianggap terlalu dicari-cari

  4. Ditilik bentuknya, karya angkatan Pujangga Baru mempunyai ciri-ciri:

  1. Bentuk puisi yang memegang peranan penting adalah soneta, disamping itu ikatan-ikatan lain seperti quatrain dan quint pun banyak dipergunakan. Sajak jumlah suku kata dan syarat-syarat puisi lainnya sudah tidak mengikat lagi, kadang-kadang para Pujangga Baru mengubah sajak atau puisi yang pendek-pendek, cukup beberapa bait saja. Sajak-sajak yang agak panjang hanya ada beberapa buah, misalnya ”Batu Belah” dan ”Hang Tuah” karya Amir Hamjah.

  2. Tema dalam karya prosa (roman) bukan lagi pertentangan faham kaum muda dengan adat lama seperti angkatan Siti Nurbaya, melainkan perjuangan kemerdekaan dan pergerakan kebangsaan, misalnya pada roman Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana

  3. Bentuk karya drama pun banyak dihasilkan pada masa Pujangga Baru dengan tema kesadaran nasional. Bahannya ada yang diambil dari sejarah dan ada pula yang semata-mata pantasi pengarang sendiri yang menggambarkan jiwa dinamis.

Genre prosa Angkatan 33 (Pujangga Baru) berupa:

  1. R O M A N

Roman pada angkatan 33 ini banyak menggunakan bahasa individual, pengarang membiarkan pembaca mengambil simpulan sendiri, pelaku-pelaku hidup/ bergerak, pembaca seolah-olah diseret ke dalam suasana pikiran pelaku- pelakunya, mengutamakan jalan pikiran dan kehidupan pelaku-pelakunya. Dengan kata lain, hampir semua buku roman angkatan ini mengutamakan psikologi.

Isi roman angkatan ini tentang segala persoalan yang menjadi cita-cita sesuai dengan semangat kebangunan bangsa Indonesia pada waktu itu, seperti politik, ekonomi, sosial, filsafat, agama, kebudayaan.Di sisi lain, corak lukisannya bersifat romantis idealistis.

Contoh roman pada angkatan ini, yaitu Belenggu karya Armyn Pane (1940) danLayar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana. Di samping itu, ada karya roman lainnya, diantaranya Hulubalang Raja (Nur Sutan Iskandar, 1934), Katak Hendak Menjadi Lembu (Nur Sutan Iskandar, 1935), Kehilangan Mestika (Hamidah, 1935), Ni Rawit (I Gusti Nyoman, 1935), Sukreni Gadis Bali (Panji Tisna, 1935), Di Bawah Lindungan Kabah (Hamka, 1936), I Swasta Setahun di Bendahulu (I Gusti Nyoman dan Panji Tisna, 1938), Andang Teruna (Soetomo Djauhar Arifin, 1941), Pahlawan Minahasa (M.R.Dajoh, 1941).


  1. N O V E L / C E R P E N

Kalangan Pujangga Baru (angkatan 33) tidak banyak menghasilkan novel/cerpen. Beberapa pengarang tersebut, antara lain:

  1. Armyn Pane dengan cerpennya Barang Tiada Berharga dan Lupa.

Cerpen itu dikumpulkan dalam kumpulan cerpennya yang berjudul Kisah Antara Manusia (1953).

  1. Sutan Takdir Alisyahbana dengan cerpennya Panji Pustaka.


  1. E S S A Y DAN K R I T I K

Sesuai dengan persatuan dan timbulnya kesadaran nasional, maka essay pada masa angkatan ini mengupas soal bahasa, kesusastraan, kebudayaan, pengaruh barat, soal-soal masyarakat umumnya.Semua itu menuju keindonesiaan. Essayist yang paling produktif di kalangan Pujangga Baru adalah STA.Selain itu, pengarang essay lainnya adalah Sanusi Pane dengan essai Persatuan Indonesia, Armyn Pane dengan essaiMengapa Pengarang Modern Suka Mematikan, Sutan Syahrir dengan essaiKesusasteraan dengan Rakyat, Dr. M. Amir dengan essai Sampai di Mana KemajuanKita.


  1. D R A M A

Angkatan 33 menghasilkan drama berdasarkan kejadian yang menunjukkankebesaran dalam sejarah Indonesia. Hal ini merupakan perwujudan tentang anjuran mempelajari sejarah kebudayaan dan bahasa sendiri untuk menanam rasakebangsaan. Drama angkatan 33 ini mengandung semangat romantik dan idealisme, lari dari realita kehidupan masa penjjahan tapi bercita-cita hendak melahirkan yang baru.

Contoh:

Sandhyakala ning Majapahit karya Sanusi Pane (1933)

Ken Arok dan Ken Dedes karya Moh. Yamin (1934)

Nyai Lenggang Kencana karya Arymne Pane (1936)

Lukisan Masa karya Arymne Pane (1937)

Manusia Baru karya Sanusi Pane (1940)

Airlangga karya Moh. Yamin (1943

  1. PUISI

Puisi Pujangga Baru adalah awal puisi Indonesia modern. Untuk memahami puisi Indonesia modern sesudahnya dan puisi Indonesia secara keseluruhan, penelitian puisi Pujangga Baru penting dilakukan. Hal ini disebabkan karya sastra, termasuk puisi, tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teeuw, 1980:11), termasuk karya sastra. Di samping itu, karya sastra itu merupakan response (jawaban) terhadap karya sastra.

Karya sastra, termasuk puisi, dicipta sastrawan. Sastrawan sebagai anggota masyarakat tidak terlepas dari latar sosial–budaya dan kesejarahan masyarakatnya. Begitu juga, penyair Pujangga Baru tidak lepas dari latar sosial-budaya dan kesejarahan bangsa Indonesia. Puisi Pujangga Baru (1920-1942) itu lahir dan berkembang pada saat bangsa Indonesia menuntut kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Oleh karena itu, perlu diteliti wujud perjuangannya, di samping wujud latar sosial-budayanya.

Untuk memahami puisi secara mendalam, juga puisi Pujangga Baru, perlu diteliti secara ilmiah keseluruhan puisi itu, baik secara struktur estetik maupun muatan yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi, sampai sekarang belum ada penelitian puisi Pujangga Baru yang tuntas, sistematik, dan mendalam. Sifatnya penelitian yang sudah ada itu impresionistik, yaitu penelaahan hanya mengenai pokok-pokoknya, tanpa analisis yang terperinci, serta diuraikan secara ringkas.
Puisi merupakan struktur yang kompleks. Oleh karena itu, dalam penelitian puisi Pujangga Baru digunakan teori dan metode struktural semiotik. Kesusastraan merupakan struktur ketandaan yang bermakna dan kompleks, antarunsurnya terjadi hubungan yang erat (koheren). Tiap unsur karya sastra mempunyai makna dalam hubungannya dengan unsur lain dalam struktur itu dan keseluruhannya Akan tetapi, strukturalisme murni yang hanya terbatas pada struktur dalam (inner structure) karya sastra itu mengasingkan relevansi kesejarahannya dan sosial budayanya. Oleh karena itu, untuk dapat memahami puisi dengan baik serta untuk mendapatkan makna yang lebih penuh, dalam menganalisis sajak dipergunakan strukturalisme dinamik , yaitu analisis struktural dalam kerangka semiotik. Karya sastra sebagai tanda terikat kepada konvensi masyarakatnya. Oleh karena itu, karya sastra tidak terlepas dari jalinan sejarah dan latar sosial budaya masyarakat yang menghasilkannya, seperti telah terurai di atas.

Di samping itu, untuk memahami struktur puisi Pujangga Baru, perlu juga diketahui struktur puisi sebelumnya, yaitu puisi Melayu lama yang direspons oleh puisi Pujangga Baru.

  1. Angkatan Pujangga Baru dan Karyanya

  1. Sutan Takdir Alisjahbana

Orang besar ini dilahirkan di Natal (Tapanuli) pada 11-02-1908. Setelah menamatkan HIS di Bengkulu ia memasuki Kweekschool di Bukitinggi dan kemudian HKS di Bandung. Setelah itu ia belajar untuk Hoof Dacte di Jakarta dan juga belajar pada Sekolah Hakim Tinggi. Selain itu belajar pula tentang filsafat dan kebudayaan pada Fakultas sastra. Pendidikan yang beraneka ragam yang pernah dialaminya serta cita-cita dan keinginan yang keras itu, menyebabkan keahlian yang bermacam-macam pula pada dirinya. Karangannya mempunyai bahasa yang sederhana tetapi tepat. Karya-karyanya antara lain:

  1. Tak Putus Dirundung Malang (roman, 1929)

  2. Dian Tak Kunjung Padam (roman, 1932)

  3. Anak Perawan Disarang Penyamun (roman, 1941)

  4. Layar Terkembang (roman tendenz, 1936)

  5. Tebaran Mega (kumpulan puisi/prosa lirik, 1936)

  6. Melawat Ke Tanah Sriwijaya (kisah, 1931/1952)

  7. Puisi Lama (1942)

  8. Puisi Baru (1946)

  1. Amir Hamzah

Amir Hamzah yang bergelar Pangeran Indera Putra, lahir pada 28-2-1911 di Tanjungpura (Langkat), dan meninggal pada bulan Maret 1946. Ia keturunan bangsawan, kemenakan dan menantu Sultan Langkat, serta hidup ditengah-tengah keluarga yang taat beragama Islam. Ia mengunjungi HIS di Tanjungpura, Mulo di Medan, dan Jakarta AMS, AI (bagian Sastra Timur) di Solo. Ia menuntut ilmu pada Sekolah Hakim Tinggi sampai kandidat. Amir Hamzah lebih banyak mengubah puisi sehingga mendapat sebutan “Raja Penyair” Pujangga Baru. Karya-karyanya antara lain:

  1. Nyanyi Sunyi (kumpulan sajak, 1937)

  2. Buah Rindu (kumpulan sajak, 1941)

  3. Setanggi Timur (kumpulan sajak, 1939)

  4. Bhiagawad Gita (terjemahan salah satu bagian mahabarata)

  1. Sanusi Pane

Sanusi Pane lahir di Muara Sipongi, 14-11-1905. Ia mengunjungi SR di Padang Sidempuan, Sibolga, dan Tanjungbalai, kemudian HIS Adabiyah di Padang, dan melanjutkan pelajarannya ke Mulo Padang dan Jakarta, serta pendidikannya pada Kweekschool Gunung Sahari Jakarata pada tahun 1925. Pada tahun 1928, ia pergi ke India untuk memperdalam pengetahuannya tentang kebudayaan India. Sekembalinya dari India ia memimpin majalah Timbul. Di samping sebagai guru pada Perguruan Jakarta, ia menjabat pemimpin surat kabar Kebangunan dan kepala pengarang Balai Pustaka sampai tahun 1941. Pada jaman pendududkan Jepang menjadi pegawai tinggi Pusat Kebudayaan Jakarta dan kemudian bekerja pada Jawatan Pendidikan Masyarakat di Jakarta.

Karya-karyanya antara lain:

  1. Pancaran Cinta (kumpulan prosa lirik, 1926)

  2. Puspa Mega (kumpulan puisi, 1927)

  3. Madah Kelana (kumpulan puisi, 1931)

  4. Kertajaya (sandiwara, 1932)

  5. Sandyakalaning Majapahit (sandiwara, 1933)

  6. Manusia Baru (Sandiwara, 1940)


  1. Muhamad Yamin, SH.

Prof. Muhammad Yamin, SH. dilahirkan di Sawahlunto, Sumbar, 23 agustus 1905. Setelah menamatkan Volkschool, HIS dan Normaalschool, ia mengunjungi sekolah-sekolah vak seperti sekolah pertanian dan peternakan di Bogor. Kemudian menamatkan AMS di Jogyakarta pada tahun 1927. Akhirnya ia memasuki Sekolah Hakim di Jakarta hingga bergelar pada tahun 1932. Pekerjaan dan keahlian Yamin beraneka ragam, lebih-lebih setelah Proklamasi Kemerdekaan 19’45, ia memegang jabatan-jabatan penting dalam kenegaraan hingga akhir hayatnya (26 Oktober 1962). Ia pun tidak pernah absen dalam revolusi.

Karya-karyanya antara lain:

  1. Tanah Air (kumpulan puisi, 1922)

  2. Indonesia Tumpah Darahku (kumpulan puisi, 1928)

  3. Menanti Surat dari Raja (sandiwara, terjemahan Rabindranath Tagore)

  4. Di Dalam dan Di Luar Lingkungan Rumah Tangga (Terjemahan dari Rabindranath Tagore)

  5. Ken Arok dan Ken Dedes (sandiwara, 1934)

  6. Gajah Mada (roman sejarah, 1934)

  7. Dipenogoro (roman sejarah, 1950)

  8. Julius Caesar (terjemahan dari karya Shakespeare)

  9. 6000 Tahun Sang Merah Putih (1954)

  10. Tan Malaka (19’45)

  11. Kalau Dewi Tara Sudah Berkata (sandiwara, 1957)

  1. Tatengkeng 

Lahir di Kalongan, Sangihe, 19 Oktober 1907. Pendidikannya dimulai dari SD kemudian pindah ke HIS Tahuna. Kemudian pindah ke Bandung, lalu ke KHS Kristen di Solo. Ia pernah menjadi kepala NS Tahuna pada tahun 1947. Karya-karyanya bercorak religius. Dia juga sering melukiskan Tuhan yang bersifat Universal. Karyanya antara lain Rindu Dendam (kumpulan sajak, 1934).


  1. Hamka

Hamka adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Ia lahir di Maninjau, Sumatera Barat, 16 Februari 1908. Dia putera Dr. H. Abdul Karim Amrullah, seorang teolog Islam serta pelopor pergerakan berhaluan Islam modern dan tokoh yang ingin membersihkan agama Islam dari khurafat dan bid’ah. Pendidikan Hamka hanya sampai kelas dua SD, kemudian mengaji di langgar dan madsrasah. Ia pernah mendapat didikan dan bimbingan dari H.O.S Tjokroaminoto. Prosa Hamka bernafaskan religius menurut konsepsi Islam. Ia pujangga Islam yang produktif. 

Karyanya antara lain:

  1. Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938)

  2. Di Dalam Lembah kehidupan (kumpulan cerpen, 1941)

  3. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk (roman, 1939)

  4. Kenang-Kenangan Hidup (autobiografi, 1951)

  5. Ayahku (biografi)

  6. Karena Fitnah (roman, 1938)

  7. Merantau ke Deli (kisah;1939)

  8. Tuan Direktur (1939)

  9. Menunggu Beduk Berbunyi (roman, 1950)

  10. Keadilan Illhi

  11. Lembaga Budi

  12. Lembaga Hidup

  13. Revolusi Agama


  1. M.R. Dajoh

Marius Ramis Dajoh lahir di Airmadidi, Minahasa, 2 November 1909. Ia berpendidikan SR, HIS Sirmadidi, HKS Bandung, dan Normaalcursus di Malang. Pada masa Jepang menjabatat kepala bagian sandiwara di kantor Pusat Kebudayaan. Kemudian pindah ke Radio Makasar. Dalam karya Prosanya sering menggambarkan pahlawanpahlawan yang berani, sedang dalam puisinya sering meratapi kesengsaraan masyarakat.

Karyanya antara lain:

  1. Pahlawan Minahasa (roman; 1935)

  2. Peperangan Orang Minahasa dengan Orang Spanyol (roman, 1931)

  3. Syair Untuk Aih (sajaka, 1935)


  1. Ipih

Ipih atau H.R. adalah nama samaran dari Asmara Hadi. Dia lahir di Talo,Bengkulu, tanggal 5 September 1914. Pendidikannya di HIS Bengkulu, Mulo Jakarta, Bandung serta Mulo Taman Siswa Bandung. Lebih dari setahun ia ikut dengan Ir. Soekarno di Endeh. Setelah menjadi guru, ia menjadi wartawan dan pernah memimpin harian Pikiran Rakyat di Bandung. Dalam karyanya terbayang semangat gembira dengan napas kebangsaan dan perjuangan. Karya-karyanya antara lain:

  1. Di Dalam Lingkungan Kawat Berduri (catatan, 1941)

  2. Sajak-sajak dalam majalah


  1. Armijn Pane

Armijn Pane adalah adik dari Sanusi Pane. Lahir di Muarasipongi, Tapanuli Selatan, 18 Agustus 1908. Ia berpendidikan HIS, ELS, Stofia Jakarta pada tahun 1923, dan pindah ke Nias, Surabaya, dan menamatkan di Solo. Kemudian menjadi guru bahasa dan sejarah di Kediri dan Jakarta serta pada tahun 1936 bekerja di Balai Pustaka. Pada masa pendudukan Jepang menjadi Kepala Bagian Kesusastraan di Kantor Pusat Kebudayaan Jakarta, serta memimpin majalah Kebudayaan Timur.

Karyanya antara lain:

  1. Belenggu (roman jiwa, 1940)

  2. Kisah Antara Manusia (kumpulan cerita pendek, 1953)

  3. Nyai Lenggang Kencana (sandiwara, 1937)

  4. Jiwa Berjiwa (kumpulan sajak, 1939)

  5. Ratna (sandiwara, 1943)

  6. Lukisan Masa (sandiwara, 1957)

  7. Habis Gelap Terbitlah Terang (uraian dan terjemahan surat-surat R.A Kartini, 1938)


  1. Rustam Effendi

Lahir di Padang, 18 Mei 1905. Dia aktif dalam bidang politik serta pernah menjadi anggota Majelis Perwakilan Belanda sebagai utusan Partai Komunis. Dalam karyanya banyak dipengaruhi oleh bahasa daerahnya, juga sering mencari istilah-istilah dari Bahasa Arab dan Sansakerta. Karyanya antara lain:

  1. Percikan Permenungan (kumpulan sajak, 1922)

  2. Bebasari (sandiwara bersajak, 1922)

  1. A. Hasjmy

A. Hasjmy nama sebenarnya adalah Muhammad Ali Hasjmy. Lahir di Seulimeun, Aceh, 28 Maret 1912. Ia berpendidikan SR dan Madrasah Pendidkan Islam. Pada tahun 1936 menjadi guru di Perguruan Islam Seulimeun.

Karya-karyanya antara lain:

  1. Kisah Seorang Pengembara (kumpulan sajak, 1936)

  2. Dewan Sajak (kumpulan sajak, 1940)

  1. Imam Supardi

Karya-karyanya antara lain:

  1. Kintamani (roman)

  2. Wishnu Wardhana (drama, 1937)


Sastrawan dan penyair lainnya dari angkatan Pujangga Baru:

  1. Mozasa, singkatan dari Mohamad Zain Saidi

  2. Yogi, nama samaran A. Rivai, kumpulan sajaknya Puspa Aneka

  3. A.M. DG. Myala, nama sebenarnya A.M Tahir

  4. Intojo alias Rhamedin Or Mandank


ANGKATAN 45

  1. Sejarah Angkatan ‘45

Periodisasi sastra angkatan 45’ dimulai pada tahun 1942 pada saat Jepang masuk ke Indonesia, yaitu tanggal 9 Maret 1942. Pada tahun ini, terjadi perubahan besar- besaran, bahkan revolusi kebudayaan dimulai pada tahun ini. Segala hal yang mengingatkan budaya barat harus segera dilenyapkan. Bahkan bahasa Belanda pada saat itu tidak boleh dipergunakan kembali. Sebagai gantinya, dipakailah bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di kantor-kantor dan surat-surat keputusan.

Pada saat itu Pujangga Baru berhenti, hal ini disebabkan karena Jepang tidak menginginkan sifatnya yang masih kebarat-baratan. Sastra Balai Pustaka pun ikut terhenti, karena pemerintahan Belanda yang saat itu sebagai pendukung kesusastraan ini telah tumbang. 

Kemudian muncullah angkatan sastra baru, yaitu angkatan 45 yang didahului dengan masa pertunasan (Sastra zaman Jepang). Pada bulan April 1943, terbentuklah Keimin Bunka Shidoso atau Kantor Pusat Kebudayaan. Dalam badan ini duduk berbagai seniman dari segala lapangan. Para sastrawan dalam Pusat Kebudayaan ini diminta untuk menciptakan karya-karya sastra yang mengandung cita-cita tanah air. Karya sastra yang dibuat harus memihak kebudayaan timur, dan menjauh dari kebudayaan barat. 

Namun, tak semua sastrawan tunduk dan patuh kepada perintah Jepang. Banyak dari mereka yang menentangnya, diantaranya Idrus dan Chairil Anwar. Mereka berfikir bahwa ketika mereka tunduk, itu berarti mereka keluar dari mulut buaya masuk ke mulut harimau. Dan akhirnya para sastrawan yang menentang membuat Surat Kepercayaan Gelanggang. Surat ini berisi pernyataan bahwa para pemuda adalah pewaris karya sastra dan ingin melanjutkan budaya sastra menurut caranya sendiri dan ingin melahirkan dunia sastra baru.

Angakatan 45 melahirkan karya-karya sastra yang bersifat romantis realistik. Dalam waktu yang singkat, Indonesia menghasilkan banyak karya sastra besar pada angakatan ini. sajak-sajak Chairil Anwar dan roman-roman Pramoedya merupakan tonggak penting dalam perjalana sastra Indonesia. 

  1. Tokoh-Tokoh Ankatan 45


  1. Chairil Anwar 

Ia lahir di Medan, 26 Juli 1922. Karya-karya Chairil Anwar diantaranya :

  1. Kerikil-Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus, Terdiri dari 2 bagian, bagian pertama 29 puisi, sementara bagian kedua berisi 9 puisi. Beberaapa puisi diantaranya : ?, Ajakan, Bercerai, Nisan, Sendiri, Hukum, Di Mesjid, Buat Gadis Rasid, Krawang Bekasi, dan lain sebagainya. 

  2. Deru Campur Debu, puisi-puisi diantaranya  Aku, Kawanku dan Aku, Senja di Pelanuhan Kecil, Kepada Kawan, Doa, Kepada Peminta-minta, Cerita Buat Dien Tamaela, Sebuah Kamar, Hampa, Cintaku Jauh di Pulau, dan lain sebagainya.

  3. Tiga Menguak Takdir, dan lain sebagainya.


  1. Pramoedya Ananta Toer

Pram lahir di Blora 2 Februari 1925. Karya Pram diantaranya : Tetralogi Buru, yang terdiri dari Novel Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Panggil Aku Kartini Saja, Kumpulan Karya Kartini, Wanita Sebelum Kartini, Gadis Pantai, Sejarah Bahasa Indonesia, dan Satu Percobaan yang dibakar tentara, Arus Balik, Arok Dedes, Mangir, Ensiklopedia Citrawi Indonesia, dan lain sebagainya.

  1. Achdiat Karta Miharja

Ia lahir di Garut, 6 Maret 1911. Karya-karyanya diantanya : Polemik Kebudayaan, Atheis, Bentrokan Dalam Asrama, Keretakan dan Ketegangan, Kesan dan Kenangan, Debu Cinta yang Berterbangan, Belitan Nasib, Pembunuhan dan Anjing Hitam, Pak Dullah in Extrimis, Si Kabayan Nongol di Zaman Jepang, Si Kabayan, Manusia Lucu ;Manifesto Khalifatullah, dan lain sebagainya.

  1. Asrul SanI

Asrul Sani lahir di Rao, Sumatra Barat, 10 Juni 1927. Karya-karya yang diciptakannya antara lain : Puisi Astana Rela, Hari Menuai, Subuh, Insaf, Ibuku Dahulu, Di Dalam Kelam, Batu Belah, Turun Kembali, Doa Poyangku, Terbuka Bunga, Taman Dunia, Sebab Dikau, Kerana Kasihmu, Tetepi Kau, Permainanmu, Hanya Satu, Barangkali, Mabuk, Dagang, Sunyi, dan lain sebagainya.




  1. Sitor Situmorang

Ia lahir di Sumatera Utara, 2 Oktober 1924. Karya-karyanya diantaranya : Puisi Si Anak Hilang, Dunia Leluhur, Malioboro Yogya Pagi Hari, Kosmologi Mutakhir, Borobudur Sehari, Kepada Pendaki Puncak Tinggi, Mimpinya, Matinya Juara Tinju, Mendaki Merapi Menatap Borobudur, Pandang Setua Bumi, Sandi Digital, dan lain sebagainya.

  1. Idrus

  2. Mochtar Lubis

  3. Utuy Tatang Sontani

  4. Rivai Apin, dan lain sebagainya


  1. Ciri-Ciri Angkatan 45


  1. Bebas 

Karya sastra angkatan 45 sudah tidak lagi terikat dengan aturan-aturan seperti karya sastra sebelumnya.

  1. Individualistis

Karya sastra angkatan 45 merupakan karya yang mengemukakan pandangan hidup dan pikiran-pikiran pribadi untuk memecahkan suatu masalah.

  1. Universalitas

Maksud dari unversalitas di sini ialah karya yang mengemukakan masalah kemanusiaan yang universal. Misalnya seperti masalah kesengsaraan karena perang, tidak adanya perikemanusiaan dalam perang, pelanggaran hak asasi manusia, dan lain sebagainya.

  1. Realitas

Sifat dari karya sastra angakatn 45 ini adalah nyata dan masuk akal. Tidak seperti karya-karya sebelumya, seperti hikayat yang sifatnya khayalan atau tidak nyata. Karya sastra angakatan ini banyak bercerita mengenai kenyataan bangsa Indonesia pada saat penjajahan, kemerdekaan dan pasca kemerdekaan.


ANGKATAN 66

SEJARAH LAHIRNYA ANGKATAN 66

Perbedaan-perbedaan pandangan mengenai seni dan sastra yang berpangkal pada perbedaan-perbedaan politik, sudah sejak lama kelihatan dalam dunia sastra Indonesia. Pada awal tahun 50-an terjadi polemik yang seru antara orang-orang yang membela hak hidup angkatan 45 dengan orang-orang yang mengatakan ”Angkatan 45 sudah mati” yang berpangkal pada suatu sikap politik.

Para seniman muda tidak mau mengelompokkan diri dalam kelompok seniman untuk menyamakan persepsi. Semangat yang dimiliki seniman Angkatan 45 tidak mereka warisi dan mereka tidak menghayati revolusi fisik dengan baik. Seniman muda ini lebih memfokuskan diri pada menulis cerpen, puisi, dan naskah drama.Periode 50 bukan saja sebagai pengekor Angkatan 45, tetapi sudah merupakan penyelamat setelah melalui masa-masa kegoncangan. Ciri-ciri periode iniantaralain:

  1. Pusat kegiatan sastra telah meluas keseluruh pelosok Indonesia, tidak hanya berpusat di Jakarta atau Yogyakarta saja.

  2. Kebudayaan daerah lebih banyak diungkapkan demi mencapai perwujudan sastra Nasional Indonesia.

  3. Penilaian keindahan dalam sastra tidak lagi didasarkan pada perasaan kepada perasaan dan ukuran Nasional.

Pada tahun 1959, merupakan tahun yang membawa perubahan dalam dunia kesusastraan sebagai imbas dunia politik. Tujuan sastra pada mulanya mengangkat harkat dan martabat manusia dalam kehidupan yang memiliki nilai-nilai kebebasan dan kemerdekaan. Pada tahun ini sastrawan ingin mengembangkan karya sastranya, dilain pihak tekanan-tekanan partai politik yang mulai mengendalikan pemuda Indonesia sehingga muncul PKI, LEKRA, LKN, LESBUMI, HSBI, LESBI dan lain sebagainya.

Akhirnya Manikebu menjadi konsep sikap dan kepentingan dan kepentingan mereka sebagai angkatan dalam kesustraan yang kemudian dikenal dengan ankatan 66. Akibat fitnah PKI, Manikebu dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Setelah bangkitnya Orde Baru, tahun 1966, maka, Manikebu sebagai konsepsi Angkatan Kesusastraan terbaru, dijadikan landasan ideal Angkatan 1966. Isi Manikebu antara lain :

  1. Kami para seniman cendikiawan Indonesia dengan ini mengumumkan sebuah manifes kebudayaan yang menyatakan pendirian, cita-cita politik kebudayaan kami.

  2. Bagi kami kebudayaan adalah perjuangan untuk menyempurnakan kondisi kehidupan manusia. Kami tidak mengutamakan salah satu sektor kebudayaan lain. Setiap sektor perjuangan bersama- sama untuk kebudayaan itu sesuai dengan kodratnya.

  3. Dalam melaksanakan kebudayaan nasional, kami berusaha mencipta dengan kesungguhan yang sejujur-jujurnya sebagai perjuangan untuk mempertahankan dan mengembangkan martabat diri kami sebagai bangsa indonesia ditengah-tengah masyarakat dunia.

  4. Pancasila adalah falsafah kebudayaan kami.
    Tiga dasar konsepsi angkatan 66 itu adalah :

  1. Manifes kebudayaan itu sendiri.

  2. Teks penjelasan Manifes Kebudayaan.

  3. Sejarah lahir kebudayaan.


  1. Penyair Angkatan 66

    1. Taufik Ismail

Lahir di Bukit Tinggi 1937 tetapi dibesarkan di Pekalongan. Karya-karyanya berupa sajak, cerpen, dan essei mulai dikenalkannya pada tahun 1954. Namun baru mencut tahun 1966. Karyanya yaitu sajak Jaket Berlumuran Darah, Harmoni, Jalan Segara. Puisinya Karanganya yaitu Karangan Bunga, Salemba, dan Seorang Tukang Rambutan Kepada Istrinya.

  1. Goenawan Mohamad

Lahir di Batang 1942, pernah menjadi wartawan harian KAMI, pemimpin redaksi majalah Ekspress, redaksi majalah Horison, Peminmpin majalah tempo dan Zaman. Karyanya antara lain Interlude (1973), Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972), dan lain-lain

  1. Mansur Samin

Lahir di Batang Toru Sumatera Utara, karyanya antara lain kumpulan puisi tanah air, Kebinasaan Negeri Senja (drama 1968), Baladanya yang terkenal ialah Sibagading Si Rajagoda, dan Raja Singamangaraja.

  1. Hartoyo Andangdjaja

Lahir disolo 1930, kumpulan sajaknya berjudul simponi Puisi (1954) dan Buku Puisi (1973). Ia juga menterjemah buku antara lain Tukang Kebun (1976), Kubur Terhormat (1977), dan Novel Rahasia Hati 1978).

  1. Piek Ardijanto Suprijadi

Lahir di Mangetan 1929, karyanya antara lain Burung-Burung di Ladang, Paman-paman Tani Utun.

  1. Abdul Hadi W.M

Lahir di Sumenep 1949, karya-karyanya antara lain Riwayat, Terlambat di Ujung Jalan, Laut Belum Pasang, Tergantung Pada Angin.

  1. W.S Rendra

Rendra termasuk penyair yang kritis. Karena berbagai macam sosial, segi pendidikan, ekonomi, pemerintahan selalu menjadi sorotan dalam karyanya. Karyanya antara lain Balada Sumirah, Balada terbunuhnya Atmo Karpo, Aminah.

SIMPULAN

Simpulan
Lahirnya angkatan 66 disebabkan :

  1. Karena politik dan memperhitungkan politik/

  2. Karena bernadakan keadilan.

  3. Menegaskan Pancasila sebagai falsafah kebudayaan

  4. Lahirnya sebagai akibat penindasan hak azazi manusia.

  5. Berorientasi kedalam negeri ( Pengarang nasional menggali kebudayaan daerah).

  6. Karya bersifat naturalis, realitas, dan ekstensialitas

  7. Merupakan wadah untuk para sastrawan , ahli budayawan dan pelukis

ANGKATAN 2000-an

Ayu Utami
Saman (1998)
Larung (2001)
Seno Gumira Ajidarma
Atas Nama Malam
Sepotong Senja untuk Pacarku
Biola Tak Berdawai
Dewi Lestari
Supernova 1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001)
Supernova 2.1: Akar (2002)
Supernova 2.2: Petir (2004)
Raudal Tanjung Banua
Pulau Cinta di Peta Buta (2003)
Ziarah bagi yang Hidup (2004)
Parang Tak Berulu (2005)
Gugusan Mata Ibu (2005)
Habiburrahman El Shirazy
Ayat-Ayat Cinta (2004)
Diatas Sajadah Cinta (2004)
Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)
Pudarnya Pesona Cleopatra (2005)
Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007)
Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007)
Dalam Mihrab Cinta (2007)
Andrea Hirata
Laskar Pelangi (2005)
Sang Pemimpi (2006)
Edensor (2007)
Maryamah Karpov (2008)
Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas (2010)
Ahmad Fuadi
Negeri 5 Menara (2009)
Ranah 3 Warna (2011)
Tosa
Lukisan Jiwa (puisi) (2009)
Melan Conis (2009)



Link Dokumen

Terima kasih sudah berkunjung. 😊

Komentar